Jujurlah Dengan Apa Adanya Kita Saat Ini

Di sebuah keluarga sederhana hiduplah seorang ayah dengan putri semata wayang yang menginjak remaja. Sang ayah bekerja sebagai kuli bangunan di sebuah perusahaan kontraktor, sementara sang ibu sudah tiada saat melahirkan sang putri. Sehingga sang ayah harus menjadi orang tua tunggal untuk merawat putrinya.

Sayang, sang putri merasa malu dengan ayahnya. Jika ada yang bertanya tentang pekerjaan ayahnya, dia selalu menghindar dengan memberi jawaban yang tidak jujur. "Oh, ayahku bekerja sebagai pengawas di perusahaan kontraktor," katanya, tanpa pernah menjawab secara jujur.

Sang putri lebih senang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Ia sering berpura-pura menjadi anak dari seorang ayah yang bukan bekerja sebagai kuli bangunan. Melihat dan mendengar ulah anak semata wayangnya, sang ayahnya bersedih. Perkataan dan perbuatan anaknya yang tidak jujur dan mengingkari keadaan yang sebenarnya membuatnya telah melukai hatinya.

Hubungan di antara mereka jadi tidak harmonis. Sang putri lebih banyak menghindar jika bertemu dengan ayahnya. Ia lebih memilih mengurung diri di kamarnya yang kecil dan sibuk menyesali keadaan. "Sungguh Tuhan tidak adil kepadaku, memberiku ayah seorang kuli bangunan," keluhnya dalam hati.

Melihat kelakuan putrinya, sang ayah memutuskan untuk melakukan sesuatu. Maka suatu hari si ayah mengajukan cuti untuk mengajak putrinya berjalan berdua ke sebuah taman, tak jauh dari rumah mereka. Dengan setengah terpaksa, si putri mengikuti kehendak ayahnya.

Setelah sampai di taman, mereka berdua duduk di sebuah bangku panjang yang ada di taman itu. Dengan raut penuh senyuman, si ayah memulai pembicaraan, "Anakku, ayah tahu kamu merasa malu memiliki ayah seorang kuli bangunan. Namun selama ini ayah menghidupi keluarga kita dan membiayai sekolahmu dengan hasil dari pekerjaan itu." Sang putri mendengarkan cerita tersebut dengan sedikit cuek tanpa menatap ayahnya.

Lalu sang ayah melanjutkan perkatannya, "Walaupun hanya sebagai kuli bangunan, tetapi ayah adalah kuli bangunan yang baik, jujur, disiplin dan jarang melakukan kesalahan. Namun karena ayah tak punya ijazah karena kakekmu tak punya biaya, membuat ayah tetap sebagai kuli. Ayah ingin menunjukkan sesuatu kepadamu.." sang ayah menuntun tangan putrinya untuk melihat sebuah bangunan bertingkat.

"Lihatlah gedung bertingkat yang ada di sana. Gedung itu bisa berdiri dengan megah dan indah karena ayah salah satu orang yang ikut membangun. Memang, nama ayah tidak tercatat di sana, tetapi keringat ayah ada di sana. Juga, berbagai bangunan indah lain di kota ini dimana ayah menjadi bagian tak terpisahkan dari gedung-gedung tersebut. Ayah bangga dan bersyukur bisa bekerja dengan baik hingga hari ini. Dan yang paling ayah sukuri adalah ayah masih mampu menyekolahkanmu, sehingga kelak hidupmu bisa lebih baik dari ayahmu ini"

Mendengar penuturan sang ayah, hati si putri menjadi luluh. Ia terdiam tak bisa berkata apa-apa. Sang ayah pun melanjutkan penuturannya, "Anakku, ayah juga ingin engkau merasakan kebanggaan yang sama dengan ayahmu. Sebab, tak peduli apa pun pekerjaan yang kita kerjakan, bila disertai dengan kejujuran, rasa ikhlas dan tahu untuk apa itu semua dilakukan, maka sepantasnya kita mensyukuri nikmat itu."

Sang ayah lalu memengang kedua pundak putrinya seraya berkata, "Anakku.. tidak apa-apa kamu tidak bangga memiliki ayah seorang kuli bangunan. Tapi ayah begitu bangga memiliki putri sepertimu. Kamu adalah anugerah terbesar yang pernah Tuhan berikan untuk ayah."

Setelah mendengar semua penuturan sang ayah, si putri segera memeluk ayahnya. Sambil terisak, ia berkata, "Maafkan putri Yah. Putri salah selama ini. Walaupun kuli bangunan, tetapi ternyata Ayah adalah seorang ayah yang hebat. Putri bangga pada Ayah." Mereka pun berpelukan dalam suasana penuh keharuan.

~~~~~~~~~~
Begitu banyak orang yang tidak bisa menerima keadaan dirinya sendiri apa adanya. Entah itu masalah pekerjaaan, gelar, materi, kedudukan, dan lain sebagainya. Mereka merasa malu dan rendah diri atas apa yang ada, sehingga selalu berusaha menutupi dengan identitas dan keadaan yang dipalsukan. Tetapi, justru karena itulah, bukan kebahagiaan yang dinikmati. Namun, setiap hari mereka hidup dalam keadaan was was, demi menutupi semua kepalsuan. Tentu, pola hidup seperti itu sangat melelahkan.

Maka, daripada hidup dalam kebahagiaaan yang semu, jauh lebih baik seperti kuli bangunan dalam kisah di atas. Walaupun hidup pas-pasan, ia memiliki kehormatan dan integritas sebagai manusia. Sungguh, bisa menerima apa adanya kita saat ini adalah kebijaksanaan. Dan, mau berusaha memulai dari apa adanya kita saat ini dengan kejujuran dan kerja keras adalah keberanian!


Pindahan dari thread: Renungan Buatku...Buatmu...dan Buat Kita semua...
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Facebook
  • Twitter
  • Google
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Mixx
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment

Silahkan tulis komentar, kritik dan saran yang membangun. Gunakanlah bahasa yang sopan dan tidak perlu menautkan link karena sudah tersedia login dengan Url.