Jangan menjadi Monyet yang berburu Kacang

Saya pernah membaca artikel menarik tentang teknik berburu monyet di hutan-hutan Afrika. Caranya begitu unik. Sebab, teknik itu memungkinkan si pemburu menangkap monyet dalam keadaan hidup-hidup tanpa cedera sedikitpun. Maklum, ordernya memang begitu. Sebab, monyet-monyet itu akan digunakan sebagai hewan percobaan atau binatang sirkus.

Cara menangkapnya sederhana saja. Sang pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit. Toples itu diisi kacang yang telah diberi aroma. Tujuannya,agar mengundang monyet-monyet datang. Setelah diisi kacang, toples-toples itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup.

Para pemburu melakukannya di sore hari. Besoknya, mereka tingal meringkus monyet-monyet yang tangannya terjebak di dalam botol yang tak bisa dikeluarkan.

Kok, bisa mengakap monyet yang gesit dengan mudah?

Hal itu dikarenakan monyet-monyet tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang-kacang yang ada di dalam. Tapi karena menggenggam kacang, monyet-monyet itu tidak bisa menarik keluar tangannya. Selama mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula mereka terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat. Jadi, monyet-monyet itu tidak akan dapat pergi ke mana-mana!

Sebenarnya monyet-monyet itu bisa selamat jika mau membuka genggaman tangannya. Tapi karena instingnya hanya untuk mengambil kacang, maka monyet-monyet itu enggan melepaskan makanan yang sudah ada dalam genggaman tangannya.

~~~~~~~~~~
Kita mungkin akan tertawa melihat tingkah bodoh monyet-monyet itu. Tapi, tanpa sadar sebenarnya kita mungkin sering melakukan hal yang sama. Ya, kadang kita bersikap seperti monyet-monyet itu. Kita mengenggam erat setiap permasalahan yang kita miliki layaknya monyet mengenggam kacang. Kita sering mendendam, tak mudah memberi maaf, tak mudah melepaskan maaf.

Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada. Kita tak pernah bisa melepasnya. Bahkan, kita bertindak begitu bodoh, membawa "toples-toples kedengkian" itu ke mana pun kita pergi. Dengan beban berat itu, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap penyakit hati yang akut.

Semestinya kita bisa selamat dari penyakit hati, jika sebelum tidur kita mau melepas semua "rasa tidak enak" terhadap siapapun yang berinteraksi dengan kita. Dengan begitu kita akan mendapati hari esok begitu cerah dan menghadapinya dengan senyum. Jadi, kenapa tetap kita genggam juga perasan iri dan dengki yang tidak enak itu?


Pindahan dari thread: Renungan Buatku...Buatmu...dan Buat Kita semua...
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Facebook
  • Twitter
  • Google
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Mixx
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati

5 comments

06 Januari, 2012

inspiring banget contoh monyet diatas bang... ane setuju dengan gambaran abang... salam kenal dan sukses selalu

08 Januari, 2012

@KangFarhan: cerita itu menggambarkan tentang keserakahan kang, terima kasih atas kunjungannya ya. Salam kenal juga :)

08 Januari, 2012

Penyakit hati memang berhaya mas Arie ya, semoga itu tidak berlaku di dunia blogger :D

14 Januari, 2012

hahay sharing yang mantap mas arie

salam kenal ya

Leave a comment

Silahkan tulis komentar, kritik dan saran yang membangun. Gunakanlah bahasa yang sopan dan tidak perlu menautkan link karena sudah tersedia login dengan Url.