Mengarahkan Perilaku Anak yang Hiperaktif


Ada dua ketakutan kaum ibu menyangkut anaknya, autis dan hiperaktif. Jika anaknya terkena autis, ibu akan sangat gugup karena anaknya tak fokus, cenderung pendiam dan sulit beradaptasi. Jika hiperaktif malah gelisah karena anaknya susah dikendalikan. Padahal, rata-rata anak autis dan hiperaktif punya "kecerdasan yang luar biasa".

Mengarahkan anak hiperaktif memang butuh kesabaran yang luar biasa, juga kesadaran untuk senantiasa tak merasa lelah, demi kebaikan si anak. Anak hiperaktif memang selalu bergerak, nakal, tak bisa berkosentrasi. Keinginannya harus segera dipenuhi. Mereka juga kadang impulsif atau melakukan sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikir lebih dahulu. Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada anak usia prasekolah dasar, atau sebelum mereka berusia 7 tahun.

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengarahkan anak yang hiperaktif:

1. Periksakan Kondisinya.

Tak semua tingkah laku yang kelewatan dapat digolongkan sebagai hiperaktif. Karena itu, perlu sekali menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktif. Yang harus dilakukan adalah mengonsultasikan persoalan yang diderita si anak kepada ahli terapi psikologi anak.Ini penting karena gangguan hiperaktivitas bisa berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik anak, serta kemampuannya dalam menyerap pelajaran dan bersosialisasi.

Tujuannya untuk mendapatkan petunjuk dari orang yang tepat tentang apa saja yang bisa dilakukan di rumah. Selain itu juga berguna untuk menghapus rasa bersalah dan memperbaiki sikap orang tua agar tak terlalu menuntut anak secara berlebihan. Di sini biasanya para ahli akan memberikan obat yang sesuai atau sebuah terapi.


2. Pahamilah Dirinya.

Untuk bisa menangani anak hiperatif, ada baiknya pula jika orang tua dan anggota keluarga mengikuti support group dan "parpenting skill training". Tujuannya agar bisa lebih memahami sikap dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis.

Jika si anak merasa bahwa orang tua dan anggota keluarga lain bisa mengerti keinginannya, perasaannya, frustasinya, maka kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan anak bisa tumbuh seperti layaknya orang-orang normal lainnya.


3. Latihlah Kefokusannya.

Jangan tekan dia, terima keadaan itu. Perlakukan anak dengan hangat dan sabar, tapi konsisten dan tegas dalam menerapkan norma dan tugas. Kalau anak tidak bisa diam di satu tempat, coba pegang kedua tangannya dengan lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam.

Mintalah agar anak menatap mata (lawan bicara) ketika berbicara atau diajak berbicara. Berilah arahan dengan nada yang lembuat, tanpa harus membentak. Arahan ini penting sekali untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan. Dibutuhkan konsistensi. Jika meminta dia melakukan sesuatu, jangan berikan dia ancaman, tapi pengertian yang membuatnya tahu kenapa dia harus melakukan itu.


4. Ajari Dengan Sabar dan Teliti.

Jika dia telah "betah" untuk duduk lebih lama, bimbinglah anak untuk melatih koordinasi mata dan tangan dengan cara menghubungkan titik-titik yang membentuk angka atau huruf. Latihan ini juga bertujuan untuk memperbaiki cara menulis angka yang tidak baik dan salah. Selanjutnya anak bisa diberi latihan menggambar bentuk sederhana dan mewarnai. Latihan ini sangat berguna untuk melatih motorik halusnya.

Bisa pula mulai diberikan latihan berhitung dengan berbagai variasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Mulailah dengan penjumlahan atau pengurangan dengan angka-angka dibawah 10. Setelah itu baru diperkenalkan konsep angka "0" dengan benar.


5. Bangkitkan Kepercayaan Dirinya.

Jika mampu, ini juga bisa dipelajari. Gunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif. Misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu dengan benar, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak. Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.

Di samping itu anak bisa juga melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Misalnya, dengan memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak melanggarnya, orangtua mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan orang tua sebelumnya. Dalam tahap ini, usahakan emosi Anda berada di titik stabil, sehingga dia tahu, penguat positif itu tidak datang atas kendali amarah. Ingat, anak hiperaktif rata-rata juga sangat sensitif.


6. Kenali Arah Minatnya.

Jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik, kemana sebenarnya tujuan dari keaktifan dia. Jangan dilarang semuanya, nanti dia bisa frustasi. Yang paling penting adalah mengenali bakat atau kecenderungan perhatiannya secara dini.

Dengan begitu, orang tua bisa memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya. Misalnya, mengikutkan anak pada klub sepakbola di bawah umur atau berenang, agar anak belajar bergaul dan disiplin. Anak juga belajar bersosial karena ia harus mengikuti tatacara kelompoknya.


7. Ajak Dia Berkomunkasi.

Ini sangat penting untuk diterapkan. Ingat, anak hiperaktif cenderung susah berkomunikasi dan bersosialisai, sibuk dengan dirinya sendiri. Karena itu, bantulah anak dalam bersosialisasi agar ia mempelajari nilai-nilai apa saja yang dapat diterima kelompoknya. Misalnya melakukan aktivitas bersama, sehingga orang tua bisa mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi dengan teman dan lingkungan. Ini memang butuh kesabaran dan kelembutan.

"Mengembangkan keterampilan berkomunikasi si kecil memang butuh waktu. Terlebih dulu ia harus dilengkapi dengan sikap menghargai, tenggang rasa, saling memahami, dan berempati," ujar Susan Barron, Ph.D, Direktur Pusat Perkembangan dan Pembelajaran Mount Sinai Medical Center di New York dalam salah satu artikelnya di majalah Child.


8. Mintalah Kerjasama Semua Pihak.

Jika dia telah mampu mengungkapkan pikirannya, orang tua dapat segera membantu mewujudkan apa yang dia inginkan. Jangan ragu. Bila perlu, bekerja samalah dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya. Mintalah guru tak perlu membentak, menganggap anak nakal, atau mengucilkan, karena akan berdampak lebih buruk bagi kesehatan mentalnya.

Kerjasama ini juga penting karena anak sulit berkosentrasi dan menyerap pelajaran dengan baik. Dibutuhkan kesabaran dan bimbingan dari guru bagi anak yang mengalami kecenderungan hiperaktif.


Yang perlu dipahami, anak yang hiperaktif tidak selalu identik dengan bodoh atau kurang pintar. Anak hanya tidak bisa memusatkan perhatiannya dengan baik. Mengarahkan anak yg hiperaktif memang tidak seperti membalikkan telapak tangan. Disinilah orangtua dituntut kesabarannya dalam mengarahkan perilaku si anak.


Source: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=11912513
These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Facebook
  • Twitter
  • Google
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Mixx
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati

Leave a comment

Silahkan tulis komentar, kritik dan saran yang membangun. Gunakanlah bahasa yang sopan dan tidak perlu menautkan link karena sudah tersedia login dengan Url.